JAKARTA, LS -
Keprihatinan tentang praktik Kejahatan Luar Biasa Koruspi dan bahkan
Praktik Kemafiaan di semua sektor, termasuk Pertambangan Indonesia,
menjadi sorotan Organisasi Pers Perkumpulan Pers Daerah Seluruh
Indonesia (PPDI) saat ini. Disebut, faktor lemahnya profesionalitas dan
independensi Pers menambah suburnya Kejahatan di Indonesia.
(17/04/2024).
Mengingat kondisi Negara Indonesia dan berbagai
Kejahatan yang terjadi saat ini, dan kesemuanya berakibat merugikan
hak-hak masyarakat luas, ketua Umum Dewan Pengurus Pusat, Perkumpulan
Pers Daerah Seluruh Indonesia (DPP-PPDI), FERI SIBARANI, S.H.,M.H, hari
ini gelar Siaran Pers di Kota Pekanbaru Provinsi Riau.
Menurutnya,
lemahnya tingkat profesionalitas dan independensi Pers atau praktik
jurnalistik di Indonesia akhir-akhir ini, secara tidak langsung,
menambah laju kesuburan pertumbuhan jumlah kejahatan oleh masyarakat dan
para pejabat daerah, pusat dan pejabat lembaga Negara di Indonesia.
"Sebagai Lembaga Pers, kami organisasi Perkumpulan Pers Daerah Perlu
menyampaikan ini kepada Publik. Khususnya kepada para Jurnalis,
organisasi Pers dan perusahaan Pers, terutama kepada Dewan Pers dan
Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo. Agar melihat fakta tentang
maraknya berbagai kejahatan di Negara kita bukan saja hanya karena niat
pelakunya. Tetapi ini juga akibat dari lemahnya sistem pengawasan dari
PERS Indonesia, " ungkap Feri dalam rangka menyikapi kabar spektakuler
dugaan Korupsi di tubuh PWI Pusat akhir-akhir ini.
Menurutnya,
selama ini masyarakat Indonesia sudah apatis dan kurang percaya dengan
peran dan fungsi lembaga penegak hukum, baik itu KPK, POLRI dan
Kejaksaan dalam memberantas kejahatan korupsi dan berbagai kejahatan
lainnya yang merong-rong kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sehingga
disebutnya, keberadaan Pers yang profesional dan independen sangat
ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia untuk melakukan pengawasan dan
fungsi lainya, sesuai dengan pasal 6 huruf (d) UU Nomor 40 Tahun 1999
Tentang Pers. Menurutnya, Dewan Pers justru harus mendorong Insan Pers
untuk kritis, tajam dan membongkar segala bentuk kejahatan, terutama
Korupsi di Indonesia.
"Apa yang dihasilkan oleh Pers Indonesia
pasca Reformasi tahun 1998 lalu sangat efektif untuk memberantas
Koruspi. Bahkan lahirnya KPK juga merupakan bagian dari aspirasi
masyarakat yang di suarakan melalui Pers setelah reformasi. Namun makin
kesini, di saat Dewan Pers merasa sudah membuat aturan untuk membuat
Pers lebih profesional, justru yang terjadi sebaliknya, Korupsi marak
disemua sektor, dan Dunia Pers makin penuh dengan problem di seluruh
Indonesia. Ini pasti ada yang tidak berjalan sesuai dengan apa yang
semestinya, " terang Feri.
Masih menurut Feri Sibarani saat
dipertanyakan wartawan, Tema utama persoalan Pers Indonesia dimana-mana,
Dewan Pers disebut justru terindikasi menghambat Kemerdekaan Pers.
Bahkan Dewan Pers dari laporan yang diterima oleh PPDI, tidak jarang
dituding telah menjadi "musuh dalam selimut". Disebut-disebut di
berbagai group wartawan Nasional, bahwa Dewan Pers sebaiknya dibubarkan
atau setidaknya di evaluasi total, karena peraturannya di nilai
berdampak menghambat kinerja wartawan dan Perusahaan Pers di Indonesia.
"Inilah kondisi Pers kita hari ini. Bukan tidak mungkin Pemerintah
Indonesia memberikan "KUE" penutup mulut bagi Induk-Induk Organisasi
Pers termsuk Dewan Pers. Kita juga mendengar, ada anggaran yang mengalir
dari APBN ke Dewan Pers yang sangat besar. Jika ini benar, harusnya
para wartawan yang profesional harus pertanyakan kemana saja aliran dana
itu. Itu uang rakyat Indonesia, satu sen pun tidak boleh lenyap tanpa
ada manfaat untuk rakyat," katanya.
Berdasarkan kajian PPDI,
jika benar ada pemberian-pemberian anggaran yang fantastis kepada Dewan
Pers dari APBN atau dari Kementerian Kominfo, atau termasuk kepada
organisasi Pers, seperti PWI, pihaknya menilai hal itu akan berdampak
kurang baik terhadap jiwa profesionalitas Pers.
"Sehingga semua
kejahatan Koruspi dan berbagai kejahatan lainnya tumbuh subur di
Indonesia. Karena berkorelasi dengan kurangnya jiwa profesionalitas
wartawan atau Pers Indonesia. Logikanya, Apa mungkin kita masih vokal,
atau masih kritis atau masih membongkar Kejahatan orang yang sudah
memberikan kita segalanya?? Itu mimpi di siang bolong, atau itu sama
jasa kita berkhianat dengan pihak-pihak yang sudah berjasa kepada kita, "
tuturnya.
Hal itu disampaikan oleh organisasi DPP-PPDI hari
ini, mengingat tak terkendalinya kejahatan Koruspi di Negara Indonesia
saat ini. Seperti beberapa contoh kasus besar yang sedang atau sudah
ditangani oleh Kejaksaan Agung saat ini.
"Kita dulu agak
jarang mendengar tindakan Korupsi yang merugikan Negara sampai triliunan
rupiah. Sekarang, sudah seperti " kacang goreng "aja. Ramai-ramai kasus
yang merugikan Negara Triliunan. Bisa-bisa Negara ini hancur lebur,
miskin dan melarat," ujar Feri.
Sebagaimana diketahui,
belakangan ada kasus BLBI, ASABRI, JIWASRAYA, PT. DUTA PALMA, TPPU di
Kemenkeu, Dirjen Pajak, LPEI dan lain-lain. Sejumlah pihak juga menilai,
ini belum jelas semua. Apakah akan kembali ke Kas Negara.
"Terakhir
kasus mega korupsi Pertambangan timah sedang jadi trending topic. Ini
semua tak lepas dari lemahnya pengawasan, investigasi, dan
profesionalitas serta independensi Pers Indonesia, " tukas Feri.
Artinya,
menurut Feri Sibarani, yang kini sedang gencarnya membentuk cabang PPDI
di kabupaten/kota dan Provinsi seluruh Indonesia, bahwa saat ini,
menurut pihaknya merupakan titik terendah dari posisi profesionalitas
Pers Indonesia.
"Bayangkan, mata masyarakat selama ini tertuju
pada Dewan Pers dan PWI. PWI dianggap lumbung wartawan yang
profesionalitasnya dan independensinya sudah teruji. Kita juga berfikir
demikian. Ternyata apa? Sekelas PWI Pusat saja kita dengar kabar dugaan
kasus korupsi yang spektakuler. Ini sebuah IRONI. Ini baru yang kita
tahu.. Jangan-jangan ada lagi banyak. Harusnya PWI Pusat itu membongkar
korupsi dan kejahatan lainnya, bukan malah dia yang dibongkar" Papar
Feri..
Ia pun kemudian meminta kepada Presiden Republik
Indonesia, Ir. Joko Widodo, agar dengan pikiran jernih dan objektif
dapat melihat permasalahan Pers Indonesia. Dan terpenting memanggil
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, untuk dimintai keterangan terkait
berbagai permasalahan krusial di Dunia Pers.
Maksud Feri, bukan
saja tertuju pada Dewan Pers dan PWI semata-mata. Feri Sibarani mewakili
semua jurnalis dan perusahaan Pers yang ada dibawah PPDI, bahkan
seluruh insan Pers diluar PPDI, mengatakan, jika Presiden perduli dengan
permasalahan Pers Indonesia saat ini, harus mendengar semua
elemen-elemen Pers yang ada.
"Ada kurang lebih 40 organisasi Pers berbadan hukum di Indonesia. Presiden harus mendengarkan semua organisasi tersebut. Konon Dewan Pers telah lama membuat "KASTA" diantara organisasi Pers. Ada yang konstituen dan ada yang tidak, tanpa jelas mana dasar hukumnya, " sebut Feri.
"Kami dari PPDI
sebagai Organisasi Pers yang membawahi banyak jurnalis, perusahaan Pers,
siap mendukung Negara untuk memberantas semua tindakan Korupsi yang
menggerogoti kekayaan Negara. Kami tidak ingin mengemis uang kepada
Negara dengan tujuan untuk memperkaya diri atau kelompok. Kami tulus
hanya ingin mengawal semua perjalanan Roda pemerintahan dan pembangunan
Indonesia dari sabang sampai merauke berjalan sesuai dengan
Undang-Undang, " pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar