BANDUNG, LS - Ketua MPR RI sekaligus
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo bersama Menkopolhukam Mahfud MD
yang hadir mewakili Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan
para delegasi dari 15 parlemen negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI),
Sekretaris Jenderal Persatuan Parlemen Negara Anggota OKI serta Liga Muslim
Dunia, melakukan history walk dari Hotel Savoy menuju Gedung Merdeka. Sebagai
salah satu rangkaian pembukaan Konferensi Internasional Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Majelis Syuro, atau nama sejenis lainnya dari masing-masing parlemen
negara anggota OKI.
"History walk menyegarkan kembali Spirit Bandung dalam penyelenggaraan
Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 yang berhasil diselenggarakan Indonesia
di Gedung Merdeka. Menghasilkan Declaration of The Promotion of World Peace and
Cooperation atau dikenal Dasasila Bandung, yang menyerukan upaya perdamaian
dunia dan kerjasama internasional. Spirit Bandung tersebut akan dibawa kembali
dalam penyelenggaraan Konferensi Internasional Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Majelis Syuro, atau nama sejenis lainnya dari masing-masing parlemen negara
anggota OKI, yang digagas MPR RI untuk membentuk World Consultative Assembly
Forum atau Forum Majelis Permusyawaratan Rakyat Dunia," ujar Bamsoet usai
melakukan history walk bersama delegasi dari 15 parlemen negara OKI, di
Bandung, Selasa (25/10/22).
Turut hadir antara lain, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. M.
Syarifuddin, Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Prof. Mukti Fajar Nur
Dewata, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Sultan Bachtiar
Najamudin, dan Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.
Delegasi dari 15 parlemen negara anggota OKI antara lain, Pimpinan MPR RI
(Indonesia) Ahmad Basarah, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarief Hasan,
Hidayat Nur Wahid, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Hadir pula Ketua Majelis
Syuro Kerajaan Arab Saudi Dr. Abdullah Mohammed Ibrahim Al-Sheikh, Presiden
Dewan Penasihat Kerajaan Maroko Enaam Mayara, Ketua Senat Republik Arab Mesir
Abdel Wahab Abdel Razeq, Ketua Senat Republik Islam Pakistan Muhammad Sadiq
Sanjrani, Ketua Dewan Nasional Negara Palestina Rahwi A.M. Fatouh, Wakil Presiden
Senat Malaysia Mohamad Ali bin Haji Mohamad, Wakil Ketua Dewan Bangsa Republik
Demokratik Rakyat Aljazair Salim Chenoufi.
Deputi Pertama Ketua Dewan Syuro Kerajaan Bahrain Jamal Mohamed Fakhro, Wakil
Presiden Kedua Majelis Republik Mozambik Saide Fidel, Wakil Ketua Dewan Syuro
Republik Yaman Abdullah Mohammed Abulghaith Qibab, Anggota Majelis Agung
Nasional Republik Turki Orhan Atalay, Ketua Komisi Keamanan Nasional dan
Kebijakan Luar Negeri Majelis Permusyawaratan Islam Republik Islam Iran Dr.
Abolfazl Amoei, Anggota Parlemen Republik Irak Haider M. Habeeb Majeed
Al-Khumais, Anggota Senat Kerajaan Yordania Hasyimiyah Dr. Mustafa Al-Barari,
Sekretaris Jenderal Persatuan Parlemen Negara Anggota OKI Mouhamed Khourchi,
Supervisor Liga Muslim Sedunia Untuk Asia dan Australia serta Direktur Liga
Muslim Dunia di Indonesia Abdurrahman Muhammad Amin Al Khayyat.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan
Keamanan ini menjelaskan, spirit bandung dalam Konferensi Asia Afrika 1955 berhasil
menumbuhkan solidaritas negara-negara Asia dan Afrika, sekaligus menggalang
persatuan dan kerjasama diantara negara-negara Asia dan Afrika, baik dalam
menghadapi masalah internasional maupun masalah regional, serta telah mengubah
pandangan dunia tentang hubungan internasional. Konferensi Asia Afrika juga
telah membakar semangat dan menambah kekuatan moral para pejuang bangsa-bangsa
Asia dan Afrika melawan imperialisme dan rasialisme yang masih berlangsung
pasca perang dunia II, sehingga kemudian lahirlah negara-negara merdeka di
benua Asia dan Afrika. Saat ini tinggal satu negara yang belum merdeka secara
penuh, yaitu Palestina.
"Selain Konferensi Asia-Afrika, sejarah juga mencatat penyelenggaraan
konferensi lain yang sangat monumental, yakni konferensi dalam rangka deklarasi
pembentukan OKI di Rabat, Maroko pada 22-25 September 1969. Terlaksana atas
inisiatif Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hussein II dari Maroko, untuk
menyatukan seluruh kekuatan negara-negara Islam sebagai reaksi keras atas pembakaran
situs suci Masjid Al
Aqsa. Cita-cita OKI juga tertuang tajam dalam piagam pendirian OKI yang
menyerukan tentang persaudaraan dan persatuan negara-negara muslim sedunia,
menyerukan komitmennya pada Piagam PBB yang sejalan dengan prinsip-prinsip memuliakan
hak asasi manusia dan menciptakan perdamaian dunia," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum,
Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, semangat solidaritas
yang melahirkan Konferensi Asia-Afrika 1955, dan konferensi pembentukan OKI
1969, kini kembali menemukan relevansinya. Hal itulah yang menjadi salah satu
landasan MPR RI berinisiatif mengundang Pimpinan-Pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Majelis Syuro, atau nama sejenis lainnya dari
masing-masing parlemen negara anggota OKI, untuk bermusyawarah membentuk Forum
MPR Dunia, Forum Majelis Syuro, Forum Consultative Assembly, atau nama lain
yang nanti disepakati.
Terlebih saat ini dunia sedang mengalami dinamika yang sangat krusial.
Landscape politik dan ekonomi global penuh gejolak dan tantangan. Semua negara
berupaya keras memulihkan ekonominya setelah dihantam pandemi Covid-19, fase
ini terganggu oleh konflik dan ketegangan global yang berkepanjangan dan dampak
negatifnya dirasakan langsung oleh masyarakat dunia.
"Dunia juga sedang menghadapi perubahan iklim yang ditandai peningkatan
panas bumi. Berbagai ancaman dan tantangan global tersebut tidak cukup hanya
dicermati, melainkan harus menghadirkan kepedulian dan kerja sama, khususnya
dari parlemen, untuk mencarikan jalan keluarnya agar tidak menimbulkan dampak
negatif yang lebih luas pada kehidupan seluruh umat manusia. Kerjasama parlemen
tersebut dapat kita galang melalui World Consultative Assembly Forum,"
pungkas Bamsoet.
(*) LS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar